Perancang pameran bernama Meli mendadak punya agenda baru untuk dompetnya. Setelah putaran yang ia sebut "manis", saldo tambahannya menyentuh Rp28,9 juta dari Sweet Bonanza, dan rencana penggunaan dana langsung mengalir tertata.
Uang itu bukan hanya angka di layar. Di kepalanya, daftar kebutuhan pekerjaan, cicilan ringan, dan sedikit ruang bernapas untuk diri sendiri mulai disusun satu per satu.
Keputusan Meli terdengar sederhana: dana segar akan dialokasikan dengan prioritas kerja lebih dulu, sisanya untuk keperluan sehari-hari yang kerap tertunda.
Cerita bermula saat Meli menutup rangkaian desain booth untuk klien mingguan. Ia mencoba beberapa putaran di Sweet Bonanza, permainan bertema permen dengan visual cerah yang sedang ia sukai karena tampilannya yang ringan dan cepat dipahami.
Putaran berjalan singkat, namun hasilnya membuatnya menahan napas sejenak. Sweet Bonanza memberinya dorongan angka yang tak ia duga pagi itu, cukup untuk mengubah daftar prioritasnya di akhir bulan.
Meli menyadari euforia mudah datang saat layar menampilkan lonjakan nilai. Ia memilih menepi sejenak, menatap catatan pengeluaran, lalu menuliskan tiga pos utama agar akal sehat tetap memegang kendali.
Sebagai perancang pameran, Meli hidup dekat dengan tenggat, material display, dan biaya logistik yang sering muncul tiba-tiba. Uang Rp28,9 juta itu ia pecah ke beberapa bagian, mulai dari pengadaan peralatan presentasi yang selama ini ia pinjam, hingga biaya transportasi crew saat pemasangan.
Ada juga pos kecil untuk memperbarui tas kerja-pilihan yang ia anggap fungsional karena tas lamanya sudah mulai aus di jahitan. Sisanya diarahkan ke tabungan darurat, agar jadwal produksi tidak goyah ketika ada perubahan dari klien.
Ia menekankan pada diri sendiri bahwa disiplin anggaran lebih krusial daripada rasa puas sesaat. Dengan pembagian rapi, ia berharap ritme kerja tetap stabil tanpa harus menunda kebutuhan penting.
Kabar itu cepat menyebar di lingkaran kerjanya. Rekan Meli menilai langkahnya cukup tenang: tidak terburu-buru menghabiskan, justru mengeksekusi hal-hal yang menunjang pekerjaan harian. Pendekatan tersebut dianggap sejalan dengan etosnya sebagai perancang-fokus pada utilitas, baru kemudian estetika.
Di studionya, ia menempelkan catatan kecil: "Prioritas: produksi, mobilitas, cadangan." Catatan itu menjadi pengingat bahwa dorongan angka di layar hanya berguna jika diterjemahkan menjadi keputusan yang memperkuat profesinya.
Dalam obrolan santai, Meli menyebut Sweet Bonanza sebagai "pengalih napas" ketika ide-ide buntu. Namun ia menekankan jeda dan kontrol diri agar langkah finansial tetap konsisten dengan target kerja.
Lonjakan saldo sering memancing keinginan untuk mengulang momen yang sama. Meli memilih jalur berbeda: mematikan notifikasi, menyimpan sebagian dana, dan kembali ke meja gambar. Ia percaya ritme harian yang rapi lebih menenangkan daripada mengejar sensasi sesaat.
Ia juga menetapkan batas pribadi untuk waktu santai, supaya tidak mengganggu penjadwalan produksi dan meeting klien. Catatan pengeluaran hariannya diperbarui, sehingga setiap rupiah dari tambahan tadi bisa ditelusuri.
Pendekatan ini membuatnya tetap fokus. Sweet Bonanza menjadi bagian dari cerita, bukan pusat kendali dompet.
Kisah Meli merangkum tiga hal: ambil jeda setelah euforia, pecah dana ke prioritas yang jelas, dan kembalikan fokus ke pekerjaan inti. Dengan pola pikir itu, Rp28,9 juta bukan sekadar angka yang datang dan pergi, tetapi amunisi kecil yang memperkuat langkah profesionalnya sebagai perancang pameran.
Dalam bingkai tersebut, Sweet Bonanza hadir sebagai latar peristiwa, sementara keputusan finansial yang bijak menjadi pemeran utama. Hasilnya: rencana yang lebih tertata, alat kerja yang memadai, dan ruang napas yang membuat hari-harinya berjalan lebih stabil.